Setiap ibu-ibu yang bekerja dan memiliki anak pastinya
pernah mengalami masa di mana kita dihadapkan pada pilihan yang sulit antara
memilih bekerja atau mengurus anak. Kalau bekerja bagaimana dengan anak-anak,
tapi kalau tidak bekerja bagaimana dengan masa depan anak-anak.
Itulah yang kualami dua tahun yang lalu. Setelah 11 tahun
bekerja dan menikah selama 7 tahun. Saat itu aku sedang dihadapi dengan
pekerjaan yang membuat diriku super sibuk. Sudah bekerja di kantor, kadang pulang
kerja pun suka membawa pekerjaan dari kantor. Sehingga kadang anak-anak kurang
aku perhatikan. Pada saat itu aku hanya berfikir bagaimana membantu suami untuk
memenuhi kebutuhan keluarga kami. Ketika anakku yang pertama memasuki sekolah
TK di tahun 2012, aku seperti orang tua yang lain, selalu mengantar anakku dulu
ke sekolah sebelum aku berangkat kerja. Alhasil setiap hari aku terlambat ke
kantor. Hikss.... Kalau aku berangkat terlalu pagi, maka kasihan anakku di
sekolah belum ada teman dan guru-gurunya, sehingga aku berangkat saat sekolah
udah mulai agak ramai. Dan itu berjalan selama 2 tahun.
Setelah menyelesaikan TK, kemudian jagoanku pun mulai memasuki
sekolah dasar. Karena kondisiku masih bekerja saat itu, maka untuk ke sekolah
anakku ikut jemputan sekolah. Di minggu pertama masuk sekolah dihatiku mulai
muncul gejolak perasaan, bagaimana dengan jagoanku di sekolah, apa yang dia
lakukan, apakah dia menangis dan sebagainya. Karena keadaan, jagoanku mesti ke
sekolah diantar dengan mobil jemputan, sementara banyak temannya dia yang
diantar oleh ibunya ke sekolah. Aku berusaha untuk menghilangkan perasaan ga
enak itu dengan bekerja seperti biasa, namun kata hati berkata lain.
Beberapa kali aku sempat diskusi dengan teman-temanku di
kantor. Ada yang memberikan usulan resign dan mengurus anak, ada juga yang
menyayangkan kalau seandainya nanti berhenti bekerja karena tidak mempunyai
uang sendiri.
Tidak sampai sebulan masuk di sekolah dasar, tiba-tiba suatu
hari jagoanku bilang, “Mama kerja cari
uang ya, kerja aza yang lama biar uangnya banyak”. Deg ....., apa maksud
perkataannya itu? Dia ingin aku mendapatkan uang yang banyak atau dia
menyindirku dengan kata-kata itu? Karena beberapa kali jagoanku sempat
memintaku untuk di rumah saja. Aku pun sangat memilikirkan kata-kata itu.
Tidak sampai sebulan
setelah jagoanku bilang itu, suatu malam dia tiba-tiba bilang, “Mama mending ga usah kerja, temenin aku ke
sekolah”. Makjleb, langsung menusuk hatiku. Tambah galau jadinya. Tidak
lama berselang aku mendapat info dari salah seorang orang tua temen anakku
kalau anakku di sekolah suka menangis. Ketika ditanya gurunya dia bilang kalau
dia ternyata sedih karena mamanya kerja, dia ingin mamanya di rumah. Hatiku
sangat sedih, ingin menangis rasanya, betapa ternyata dia menginginkan mamanya
ada di rumah.
Lalu hal itu kudiskusikan dengan suamiku, aku masih bingung
memilih antara bekerja dan tidak bekerja. Suamiku hanya bilang, keputusan ada
pada diriku, kalau aku sudah merasa tidak nyaman bekerja, lebih baik di rumah
saja.
Akhirnya setelah meminta petunjuk dari Allah, Bismillah, akhirnya
kuputuskan untuk berhenti bekerja pada bulan Agustus 2014. Padahal saat itu di
kantor sedang banyak-banyaknya pekerjaan. Atasanku agak kaget mengetahui aku
akan resign. Atasanku memberikan wejangan ini itu, keuntungan dan kerugian
kalau tidak bekerja. Kukatakan padanya kalau rejeki itu sudah diatur sama Allah
dan Allah pasti akan memberikan jalan buatku dan keluargaku. Aku percaya Allah
pasti akan memberikan rejeki buat anak-anakku. Keputusan sudah bulat, akhirnya
atasanku memintaku untuk extend selama beberapa bulan. Aku juga merasa tidak
enak dengan atasanku karena aku mengajukan resign disaat pekerjaan sedang
menumpuk.
Akupun mendiskusikan ini dengan suamiku. Suamiku akhirnya
mengizinkanku untuk extend beberapa bulan dengan catatan tidak setiap hari ke
kantor. Suamiku hanya mengizinkanku 2 kali ke kantor dalam seminggu. Atasanku
pun mengizinkannya dan gaji tetap full tentunya. Ya Alhamdulillah.
Akhirnya aku extend selama 3 bulan dengan 2 hari ke kantor
setiap minggunya. Di hari selain aku ke kantor, aku habiskan waktuku dengan
anak-anakku, kadang aku juga ke sekolah menemani jagoanku atau menjemput
putriku yang masih TK. Ya, mereka senang dengan kehadiranku di rumah.
Memasuki bulan Desember 2014, kuputuskan untuk tidak
memperpanjang masa extend-ku, meskipun atasanku meminta aku menambah lagi
waktuku bekerja di sana. Aku sudah memutuskan untuk mengurus keluarga di rumah.
Akhirnya atasanku pun menyetujuinya.
Belum ada sebulan di rumah, tiba-tiba temanku yang dulu satu
kantor denganku (dia resign lebih dulu daripada aku) menghubungiku dan
memberikan pekerjaan untukku. Ya meskipun hanya freelance, tapi tetap aku
syukuri, karena itu merupakan salah satu rejeki dari Allah. Selama setahun aku
menjalani itu dan anakku tidak terlalu komplain karena aku hanya seminggu 3
kali ke kantor, waktu lainnya untuk anak-anakku.
Karena ada satu dan lain hal, Maret 2016 aku memutuskan
untuk berhenti bekerja dan lebih fokus terhadap anak-anak, mengingat mereka
berdua sudah memasuki usia sekolah dasar. Dan aku tahu bahwa pelajaran sekolah
dasar sekarang berbeda dengan jamanku dulu. Kelas satu SD sekarang sudah dituntut
untuk bisa membaca dan menulis, sementara jamanku dulu kelas satu baru belajar
huruf A-Z.
Aku percaya rejeki sudah diatur oleh Allah. Alhamdulillah
sampai saat ini pun aku tetap menjalani sebagai ibu rumah tangga dan tetap
berusaha menjadi ibu yang baik buat anak-anakku. Kadang aku juga menerima
pekerjaan yang bisa kukerjakan di rumah, sehingga tidak perlu keluar rumah
setiap waktu.
Begitulah dilema ibu-ibu rumah tangga yang bekerja, pilihan yang sulit,
namun tetap harus memilih. Apapun yang dipilih semoga tetap menjadi istri dan ibu yang
baik untuk suami dan anak-anak.
0 Response to "Dilema Ibu Bekerja : Ketika Harus Memilih antara Anak atau Pekerjaan"
Post a Comment