Yang namanya hidup di lingkungan masyarakat yang begitu kompleks dan beragam, tentunya kita mesti ada
rasa saling tenggang rasa dan toleransi antar tetangga. Kita tidak bisa
bersikap seenaknya sendiri, semaunya sendiri, baik itu tinggal di perkampungan, lingkungan padat penduduk maupun
di perumahan atau cluster. Kita ga bisa setel musik seenaknya, ga bisa teriak-teriak semaunya sendiri yang mengganggu ketenangan dan kenyamanan lingkungan. Semua ada aturan dan norma.
Ya, seperti saya yang tinggal di suatu lingkungan perumahan. Biasanya orang memilih tinggal di lingkungan tersebut karena biasanya lingkungannya tidak
terlalu ramai dan agak nyaman. Meskipun demikian bukan berarti saya tidak mengenal
tetangga saya. di lingkungan RT saya, hampir semua saya kenal (kecuali orang yang jarang terlihat di rumahnya). Ya, walaupun tinggal di lingkungan seperti itu, kita tetap harus kenal dengan tetangga dan bersosialisasi, karena itu sangat
diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Namun dalam hal pengurusan keluarga, setiap keluarga
mempunyai caranya sendiri. Tidak semua keluarga sama, terutama dalam hal
pengurusan anak-anak. Ya, dalam hal ini saya membatasi anak-anak bergaul dan
bermain dengan anak tetangga. Bukan berarti saya melarang, namun saya membatasi
mereka bergaul. Anak-anak masih tetap mengenal anak-anak sebaya di
lingkungan sekitar.
Kenapa hal ini saya lakukan? Seperti yang disebutkan tadi,
dalam hal pengurusan dan pengasuhan anak tidak semua keluarga sama, pasti ada bedanya meskipun hanya sedikit. Saya tidak mau anak-anak terpengaruh dengan pola pengasuhan orang lain. Saya
tidak mau anak-anak terkontaminasi oleh hal-hal yang kurang baik. Bukan sok idealis,
tapi anak-anak saya yang masih kecil, masih polos, di mana usia mereka tersebut
belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh
ditiru dan mana yang tidak, sementara saya tidak mungkin secara terus menerus
mengawasi anak-anak bermain. Masih banyak pekerjaan yang mesti saya lakukan di rumah. Walaupun saya temani mereka bermain dengan anak tetangga, namun saya tidak bisa
mencegah apabila ada yang berkata kasar dan tidak sepantasnya dikatakan oleh
anak-anak seusia mereka. Nah kalau sudah terlanjur mendengar kata-kata kasar atau jorok dari
teman-temannya, bagaimana saya mesti menjelaskan kepada anak-anak saya? Bagi
anak-anak yang masih usia dini, begitu mendengar kata-kata yang menurut mereka agak 'asing' tersebut maka akan
menempel di benaknya. Kalau saya bisa memberikan penjelasan arti dari kata
tersebut okelah, tapi kalau tidak, apa yang mesti dilakukan.
Ditambah lagi kalau ada anak-anak tetangga yang sebaya mereka suka sekali dengan jajan. Pagi, siang, sore, malam diisi dengan jajan dan jajan.
Kadang ada juga orang tua yang membiarkan anak-anaknya terus
bermain seharian dikarenakan tidak ada yang mengawasi (kedua orang tua
bekerja), ada juga masa bodo dengan anaknya karena terlalu sibuk dengan urusan
ini itu (terserah anaknya) atau lainnya. Saya tidak menyalahkan orang tua seperti itu karena sekali lagi beda keluarga maka beda pula aturan yang diterapkan di rumah mereka, mungkin juga keadaan yang memaksa mereka seperti itu. Oleh karena itu perlu
adanya kontrol diri untuk anak-anak saya.
Lalu bagaimana dengan sekolah? Apakah tetap dibatasi juga? Di sekolah pastinya anak-anak
lebih majemuk, lebih bervariasi, banyak anak-anak dari latar belakang keluarga yang berbeda. Namun karena yang namanya sekolah itu wajib, apalagi anak-anak usia 5 tahun
ke atas sudah pada masuk sekolah dasar (meskipun untuk negeri biasanya dibatasi
minimal 7 tahun). Peluang kontaminasi anak-anak di sekolah juga sangat berat, nah apalagi nanti ditambah dari lingkungan di sekitar rumah. Oleh karena itu kontrol
keluarga sangat diperlukan dalam hal ini, bagaimana saya dan suami sebagai
orang tua melindungi atau setidaknya mengurangi anak-anak dari kontaminasi tersebut.
Pernah suatu ketika
anak saya yang pertama menyebutkan suatu kata yang menurut saya kurang pantas untuk anak seusia mereka. Begitu saya
tanya, apakah kamu tahu maksud dari kata tersebut apa? Anak saya menjawab "tidak
tahu". Bagaimana mungkin dia menyebutkan suatu kata, namun dia tidak tahu artinya. Nah di sinilah peran kita sebagai orang tua untuk menjelaskan arti dari kata
tersebut. Setelah diberi penjelasan barulah anak saya mengerti dan tidak menyebutkan
kata itu lagi. Itupun harus dengan hati-hati dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh mereka.
Namun tentunya ada banyak kosakata yang mungkin akan dia terima lagi dari teman-temannya yang mengatakan sesuatu yang kurang pantas atau kata-kata yang kasar. Dan dengan
berjalannya waktu kemungkinan besar akan banyak sekali yang mereka dengar. Oleh karenanya saya mesti membatasi anak-anak untuk mengurangi
frekuensi supaya terkontaminasi dengan hal-hal yang kurang baik. Bukan berarti
tidak mau hidup bersosialisasi dengan tetangga, hanya saja perlu dibatasi.
Meskipun ini tugas yang berat, tapi saya tetap menikmati hal
ini. Karena saya tidak ingin anak-anak terlalu banyak mendapatkan kontaminasi
dari luar. Ya, produk boleh sama, tapi yang memproduksi bisa berbeda, sehingga
cara pengolahannya pun berbeda dan hasilnya pun berbeda pula.
0 Response to "Membatasi Bukan Berarti Mengekang"
Post a Comment